Sejarah Perkembangan Islam pada Masa Dinasti Sa’ud
04 Juli 2020
Tambah Komentar
LENTERA-ILMIAH - Pada hakikatnya, Islam telah tersebar di jazirah Arab sejak diangkatnya Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul. Jazirah Arab merupakan tempat Islam mulai tumbuh dan berkembang sejak beliau Hijrah dari Makkah ke Madinah, serta diteruskan oleh para Khulafa’ur Rasyidin. Pusat pemerintahan Islam terbesar kemudian berpindah ke Damaskus pada masa Daulah Bani Umayyah, ke Baghdad pada masa Daulah Abbasiyah, bahkan beralih ke Turki pada masa Daulah Utsmaniyah. Jazirah Arab kemudian kembali bergeliat pada masa-masa kehancuran Utsmaniyah hingga menjadi sebuah kerajaan besar dibawah pimpinan Ibnu Sa’ud.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kejayaan Dinasti Sa’ud sangan dibantu dengan gerakan paham Wahabiyah yang dibawa oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahab. Bahkan dapat dikatakan Kerajaan Sa’udiyah tidak dapat berkembang pesat apabila tidak diiringi dengan misi untuk menyebarkan paham ini. Seperti yang telah dijelaskan diatas, paham ini menjadi ideologi pemersatu bangsa Arab dan mendorong semangat untuk memperluas wilayah cakupun penganutnya sekaligus wilayah kekuasaan Dinasti Sa’udi.
Salah satu faktor berkembangnya paham Wahabi di Jazirah Arab ini karena ketertinggalan mereka dalam masalah Agama. Hal ini disadari oleh para ulama-ulama yang belajar di Damaskus kemudian kembali ke Nejd, mereka menilai para masyarakat muslim di Jazirah Arab sangat tertinggal diantaranya dengan banyaknya jumlah kaum muslimin yang buta huruf dan berkehidupan mengembara seperti pada masa Jahiliyah. Oleh karena itu, Muhammad Ibnu Abdul Wahab kemudian berusaha untuk mengajarkan ilmu pengetahuan baru dan membawa beberapa perubahan-perubahan yang masih sangat awam bagi masyarakat Arab.
Hal ini mendapat dukungan penuh dari Muhammad bin Sa’ud dan bersama mereka berusaha membangun peradaban dan dinasti baru di Jazirah Arab. Mereka kemudian mulai berusaha mengembalikan nilai-nilai suci Islam dengan menghancurkan berhala-berhala yang mulai berkembang, menghancurkan bangunan-bangunan yang disucikan diatas kuburan, dan salah satu perubahan yang dapat dirasakan sampai sekarang adalah menyatukan pelaksanaan shalat di Hijaz. Telah menjadi tradisi, shalat jama’ah dilakukan empat kali dalam setiap shalat berdasarkan empat madzhab yang berkembang saat itu, hal ini kemudian dihapuskan oleh Sa’ud.
Di samping itu, ternyata perluasan wilayah oleh dinasti Sa’ud juga memperoleh dukungan dari ajaran Wahabi tentang Jihad. Muhammad Ibnu Abdul Wahab menilai jihad perlu dilakukan untuk tiga hal; pertama ketika bertemu dengan pasukan kafir, kedua ketika pasukan kafir mendekati wilayah kaum muslimin, dan ketiga ketika jihad dirasa oleh Imam ataupun pemimpin perlu dilakukan. Hal ini tentu sangat mendukung dinasti Sa’ud untuk memperluas wilayah kekuasaannya, disamping itu pula membantu Wahab untuk memperluas paham dan ajaran yang dibawanya.
Setelah kemunduran yang dialami oleh dinasti Sa’ud yang pertama, penyebaran ajaran Wahabi seakan ikut terhenti. Hal ini didasari karena wilayah jazirah Arab kembali dikuasai oleh Daulah Utsmaniyah, dan dengan bantuan Irak mereka berusaha untuk membendung gerakan Wahabi. Kerja sama ini pun tidak lepas dari kepentingan politik Turki dan Irak untuk melawan ekspansi Rusia.
Pada masa awal pembentukan Kerajaan Arab Saudi Modern, Ibnu Sa’ud pun berusaha merangkul para ulama dan pengikut Wahabi. Telah dijelaskan diatas bahwa Ibnu Sa’ud membangun sebuah organisasi Al-Ikhwan dan memberi suntikan bantuan untuk membiayai kehidupan mereka. Kebijakan ini berhasil menarik simpati dan dukungan kaum Wahabi pada Ibnu sa’ud. Ia kemudian mulai memerangi gerakan anti-Wahabi dan menggantikan ulama-ulama lokal dengan para syekh Wahabi. Sebaliknya Wahabi mengeluarkan fatwa-fatwa yang menguntungkan Ibnu Sa’ud, diantarnya fatwa mati terhadap Ibnu Umar karena menentang pemerintah dan ingin meruntuhkan pemimpin yang sah.
Dapat kita simpulkan bahwa paham Wahabi yang diajarkan oleh Muhammad Ibn Abdul Wahab merupakan salah satu faktor pendorong kemajuan Dinasti Sa’ud. Sebaliknya, dinasti Sa’ud merupakan salah satu pelopor penyebaran ajaran Wahabi di jazirah Arab. Dua kekuatan ini bersatu dan saling melengkapi satu sama lain sehingga membentuk suatu kekuatan besar di Asia Timur Tengah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kejayaan Dinasti Sa’ud sangan dibantu dengan gerakan paham Wahabiyah yang dibawa oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahab. Bahkan dapat dikatakan Kerajaan Sa’udiyah tidak dapat berkembang pesat apabila tidak diiringi dengan misi untuk menyebarkan paham ini. Seperti yang telah dijelaskan diatas, paham ini menjadi ideologi pemersatu bangsa Arab dan mendorong semangat untuk memperluas wilayah cakupun penganutnya sekaligus wilayah kekuasaan Dinasti Sa’udi.
Salah satu faktor berkembangnya paham Wahabi di Jazirah Arab ini karena ketertinggalan mereka dalam masalah Agama. Hal ini disadari oleh para ulama-ulama yang belajar di Damaskus kemudian kembali ke Nejd, mereka menilai para masyarakat muslim di Jazirah Arab sangat tertinggal diantaranya dengan banyaknya jumlah kaum muslimin yang buta huruf dan berkehidupan mengembara seperti pada masa Jahiliyah. Oleh karena itu, Muhammad Ibnu Abdul Wahab kemudian berusaha untuk mengajarkan ilmu pengetahuan baru dan membawa beberapa perubahan-perubahan yang masih sangat awam bagi masyarakat Arab.
Hal ini mendapat dukungan penuh dari Muhammad bin Sa’ud dan bersama mereka berusaha membangun peradaban dan dinasti baru di Jazirah Arab. Mereka kemudian mulai berusaha mengembalikan nilai-nilai suci Islam dengan menghancurkan berhala-berhala yang mulai berkembang, menghancurkan bangunan-bangunan yang disucikan diatas kuburan, dan salah satu perubahan yang dapat dirasakan sampai sekarang adalah menyatukan pelaksanaan shalat di Hijaz. Telah menjadi tradisi, shalat jama’ah dilakukan empat kali dalam setiap shalat berdasarkan empat madzhab yang berkembang saat itu, hal ini kemudian dihapuskan oleh Sa’ud.
Di samping itu, ternyata perluasan wilayah oleh dinasti Sa’ud juga memperoleh dukungan dari ajaran Wahabi tentang Jihad. Muhammad Ibnu Abdul Wahab menilai jihad perlu dilakukan untuk tiga hal; pertama ketika bertemu dengan pasukan kafir, kedua ketika pasukan kafir mendekati wilayah kaum muslimin, dan ketiga ketika jihad dirasa oleh Imam ataupun pemimpin perlu dilakukan. Hal ini tentu sangat mendukung dinasti Sa’ud untuk memperluas wilayah kekuasaannya, disamping itu pula membantu Wahab untuk memperluas paham dan ajaran yang dibawanya.
Setelah kemunduran yang dialami oleh dinasti Sa’ud yang pertama, penyebaran ajaran Wahabi seakan ikut terhenti. Hal ini didasari karena wilayah jazirah Arab kembali dikuasai oleh Daulah Utsmaniyah, dan dengan bantuan Irak mereka berusaha untuk membendung gerakan Wahabi. Kerja sama ini pun tidak lepas dari kepentingan politik Turki dan Irak untuk melawan ekspansi Rusia.
Pada masa awal pembentukan Kerajaan Arab Saudi Modern, Ibnu Sa’ud pun berusaha merangkul para ulama dan pengikut Wahabi. Telah dijelaskan diatas bahwa Ibnu Sa’ud membangun sebuah organisasi Al-Ikhwan dan memberi suntikan bantuan untuk membiayai kehidupan mereka. Kebijakan ini berhasil menarik simpati dan dukungan kaum Wahabi pada Ibnu sa’ud. Ia kemudian mulai memerangi gerakan anti-Wahabi dan menggantikan ulama-ulama lokal dengan para syekh Wahabi. Sebaliknya Wahabi mengeluarkan fatwa-fatwa yang menguntungkan Ibnu Sa’ud, diantarnya fatwa mati terhadap Ibnu Umar karena menentang pemerintah dan ingin meruntuhkan pemimpin yang sah.
Dapat kita simpulkan bahwa paham Wahabi yang diajarkan oleh Muhammad Ibn Abdul Wahab merupakan salah satu faktor pendorong kemajuan Dinasti Sa’ud. Sebaliknya, dinasti Sa’ud merupakan salah satu pelopor penyebaran ajaran Wahabi di jazirah Arab. Dua kekuatan ini bersatu dan saling melengkapi satu sama lain sehingga membentuk suatu kekuatan besar di Asia Timur Tengah.
Belum ada Komentar untuk "Sejarah Perkembangan Islam pada Masa Dinasti Sa’ud"
Posting Komentar